Dalam bab I, kita sudah melihat dan memahami bersama definisi Gereja secara mendalam. Pemahaman akan apa dan bagaimana Gereja memang senantiasa akan diperbaharui terus menerus seiring dengan naik turunnya perkembangan zaman. Karenanya, penting bagi kita untuk mengetahui konteks sejarah yang melatarbelakangi adanya dinamika pemahaman tentang Gereja itu sendiri. Maka, pada bab ini, kita akan melihat Gereja dalam cakrawala pandang historis. Cara pandang historis ini akan membantu kita dalam membentuk pola pandang Gereja yang lebih memadai.
II.1. Apakah Yesus pendiri Gereja?
Pertanyaan ini patut kita ajukan untuk menemukan inti terdalam dari keberadaan Gereja di dunia ini. Sejak awal, kita tahu bahwa Yesus datang sebagai orang yang “anonim”. Maksudnya adalah bahwa Ia tidak hadir untuk mewakili suku bangsa tertentu, namun Ia hadir atas nama seluruh bangsa di dunia ini. Ia datang untuk menyediakan diri-Nya bagi semua orang. Ia tidak melayani orang-orang dari golongan tertentu saja, tapi melayani semua orang tanpa memandang asal muasal mereka.
Kembali ke pertanyaan di atas, apakah Yesus mendirikan Gereja? Jawabannya adalah Ya dan Tidak. Bagaimana itu mau dijelaskan?
Yesus memang pendiri Gereja bila makna kata “pendiri” di sini diartikan sebagai seseorang yang memulai gerakan “Kristen” dengan memanggil murid-murid dan mengutus mereka untuk mewartakan Kerajaan Allah serta menyembuhkan mereka.
Namun, Yesus bukanlah pendiri Gereja bila kata “pendiri” itu diartikan sebagai seseorang yang secara resmi memulai sebuah persekutuan religius baru yang terpisah dari kelompok lain dengan ajaran-ajaran, upacara, sakramen, kode etik, dan struktur organisasi tersendiri.
Kita hendaknya jangan terkejut bila tidak menemukan bukti tindakan khusus pendirian Gereja. Seandainya Yesus berbuat demikian, tindakan-Nya akan ditafsirkan sebagai membangun sinagoga tersendiri. Kutipan Kitab Suci yang kerap kali dipergunakan mengenai pendirian Gereja, terdapat dalam Matius 16:18 (“.....kamu adalah Petrus dan di atas batu karang ini, Aku akan mendirikan jemaat-Ku).
Selama hidup-Nya di dunia, Yesus tampil sebagai seorang pewarta yang berbicara dengan kewibawaan luar biasa karena Ia yakin akan keeratan relasi-Nya dengan Allah. Dengan mengumpulkan murid-murid-Nya, Yesus setidaknya telah meletakkan dasar bagi Gereja. Namun, itu juga tidak berarti bahwa sejak semula Yesus berniat mendirikan gerakan religius yang terpisah dari masyarakat.
II.2. Gereja Perdana
Pasca wafat dan kebangkitan Yesus, para murid-Nya menyebut diri mereka sebagai “Saudara” (Kis 9:2), “orang yang telah menjadi percaya” (Kis 2:44) atau “orang yang mengikuti jalan Tuhan” (Kis 9:2). Nama “Kristen” sesungguhnya diberikan oleh orang-orang luar. Lalu, akhirnya memang nama “Kristen” menjadi nama resmi bagi para pengikut Kristus. Para pengikut Kristus sendiri disebut sebagai Kristen untuk pertama kalinya di Anthiokia, Suriah. Tepatnya, tahun 40 M.
Pada masa-masa Gereja perdana ini, kehidupan kelompok Kristen ini diwarnai dengan banyak ketegangan. Baiklah kita mengetahui ketegangan-ketegangan itu.
a. ketegangan internal
Ketegangan Internal ini pada awalnya dipicu oleh perdebatan tentang siapa yang pantas disebut “Kristen”. Ketegangan internal ini muncul karena dalam kelompok Kristen pada saat itu, terdapat empat “kubu” yang memiliki perbedaan pandangan. Keempat kubu itu adalah:
1. Kelompok Bersunat
Kelompok ini adalah kelompok orang Kristen Yahudi dan Kristen tobatan dari kekafiran yang menuntut pelaksanaan hukum Musa sepenuh-penuhnya. Bagi kelompok ini, orang yang mau masuk Kristen harus disunat terlebih dahulu.
2. Kelompok Saudara Tuhan
Kelompok ini adalah kelompok orang Kristen Yahudi dan Kristen tobatan dari kekafiran yang tidak menuntut sunat, tetapi meminta agar para tobatan dari kekafiran melaksanakan beberapa hukum kesucian Yahudi. Yang masuk ke dalam kelompok ini adalah Petrus dan Yakobus.
3. Kelompok Paulus
Kelompok ini terdiri dari kelompok orang Kristen Yahudi dan tobatan dari kekafiran yang juga tidak menuntut sunat, dan mereka tidak meminta tobatan dari kekafiran menaati hukum halal-haram. Rasul Paulus masuk ke dalam kelompok ini.
4. Kelompok Anonim
Kelompok ini terdiri dari kelompok orang Kristen Yahudi dan tobatan dari kekafiran yang tidak menuntut sunat, tidak menuntut pelaksanaan hukum haram-halal, dan tidak melihat makna abadi dari ibadat Yahudi di kenisah. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah kaum hellenis, Stefanus, Filipus dan para diakon.
Ketegangan internal ini meledak dalam sebuah pertemuan yang dikenal sebagai konsili Yerusalem (49-50 M). Ada tiga hal yang memperlihatkan adanya ketegangan ini:
Konsili ini dipimpin oleh Yakobus. Seharusnya oleh Petrus.
Kelompok konservatif yang dikenal dengan kelompok bersunat, secara terus terang menentang Petrus yang oleh tradisi dianggap sebagai Paus Pertama.
Solusi yang dihasilkan lebih bersifat praktis dan kompromi serta tidak didasarkan pada ajaran yang pasti.
b. Ketegangan eksternal
Ketegangan internal dalam kelompok orang Kristen itu, membuat Kaisar Roma saat itu, yaitu Kaisar Klaudius, menitahkan untuk mengusir orang-orang Yahudi dari kota Roma. Orang-orang Kristen saat itu juga dikenal oleh banyak orang Roma sebagai kelompok yang menjalankan praktek tahayul. Akibatnya, mereka menjadi orang yang dibenci. Puncaknya adalah penangkapan orang-orang Kristen pada zaman Kaisar Nero. Menurut catatan sejarah, orang Kristen dituduh telah membakar kota Roma pada tanggal 16 Juli 64, dan menebar benih kebencian pada sesama manusia. Sejak itulah, dimulai rangkaian penganiayaan terhadap orang-orang Kristen. Mari kita lihat lebih detail lagi.
b.1. Roma Lautan Api
Kaisar Nero mulai menerapkan sikap bermusuhan terhadap orang Kristen karena Kristen dianggap sebagai tahayul. Nero menuduh orang Kristen sebagai pelaku pembakaran kota Roma. Orang Kristen dipandangnya sebagai kaum misanthropia (kelompok yang membenci manusia). Kristen dipandang sebagai kelompok yang eksklusif dan dianggap bertentangan dengan orang-orang Romawi.
b.2. Motif Permusuhan terhadap Orang Kristen
Ada beberapa motif yang membuat orang Kristen dimusuhi saat itu:
Motif Politis:
- Orang Kristen dicurigai sebagai kelompok yang anti-Roma dan hendak memberontak terhadap otoritas negara.
- Orang Kristen menolak kultus penyembahan terhadap dewa-dewi nasional Romawi.
- Agama Kristen dipandang sebagai agama baru yang aneh. Orang Kristen dikatakan sebagai kaum yang tidak sah (Non Licet esse vos). Oleh karenanya, Kristen dipandang sebagai relligio illicita (agama yang tidak sah dan perlu dilarang demi hukum).
- Orang Kristen jarang memperlihatkan dirinya sebagai warga negara Roma yang tulen. Mereka tidak mau mempersembahkan kurban sajian kepada Kaisar.
- Orang Kristen tidak mau mengakui Kaisar Roma sebagai pimpinan tertinggi agama. Bagi orang Kristen, penolakan terhadap kultus kekaisaran merupakan konsekuensi dari iman mereka. Dengan kata lain, mereka sudah mulai membedakan antara agama dan negara.
Motif non politis:
- Orang Kristen dituduh sebagai orang yang kejam oleh orang Non-Kristen saat itu. Seorang tokoh Roma yang bernama Minucius Felice, pernah menyuarakan bahwa orang Kristen membunuh orok yang baru lahir (Sacramentum infanticidii et pabulum inde). Legenda ini muncul karena adanya kesalahpahaman perihal ekaristi.
- Orang Kristen dituduh berperilaku tidak senonoh dalam liturgi dan disingkiri karena tidak mau membuang kesepian di panti-panti hiburan.
- Orang Kristen telah dituduh menghina Allah Tanah Air dan ateis.
II. 3. Katakombe
Katakombe adalah kuburan orang Kristen yang terletak di bawah tanah. Katakombe tak pernah berperan sebagai tempat tinggal dan tak menjadi tempat kultus peribadatan. Keberadaan kuburan di bawah tanah ini memang sudah diketahui oleh para prajurit Roma.
Ada sejumlah ketentuan umum yang mengatur hal-ihkwal pemakaman.
Pertama, “ius sepulcri”, yaitu bahwa semua orang, baik itu orang merdeka maupun para hamba, memiliki hak untuk dimakamkan.
Kedua, “sepultura extramurana”. Artinya adalah bahwa kuburan harus terletak di luar tembok kota. Dengan kata lain, orang tidak dapat dimakamkan atau dikremasi di dalam kota. Karena itu, kuburan orang kristen ini dibuat di luar kota. Maka, katakombe-katakombe ini dapat ditemukan sepanjang jalan menuju kota Roma.
II.4 Kaisar-Kaisar Pemenggal Kekristenan
a. Kaisar Nero (54-68 M)
Kaisar ini adalah kaisar yang pertama kali melakukan pembunuhan secara besar-besaran bagi umat Kristiani. Pada tahun 64 M, terjadi kebakaran besar di kota Roma yang menghancurkan 10 dari 14 perkampungan penduduk. Tanpa bukti yang kuat, Nero menuduh orang Kristen-lah yang membakar perkampungan itu. Tujuan Nero menuduh orang Kristen ialah agar penduduk Roma semakin membenci orang Kristen dan ia mendapat legitimasi dari senat dan penduduk Roma untuk menganiaya dan menghukum orang-orang Kristen. Akhirnya, Nero melakukan pembunuhan secara besar-besaran kepada orang Kristen dan itu disaksikan oleh penduduk Roma. Berdasarkan tradisi, dua rasul Agung Kristen, yaitu Petrus dan Paulus, menjadi martir pada zaman kaisar Nero ini.
b. Kaisar Domitianus (81-96 M)
Kaisar ini adalah seorang yang gila hormat sekaligus kejam. Ia ingin disembah sebagai Dominus et Deus. Bagi orang-orang non Kristen, perintah itu tidaklah menjadi masalah. Namun, bagi orang Kristen, perintah ini sama saja mengingkari iman kristiani.
c. Kaisar Trajanus (98-117 M)
Kaisar ini adalah seorang yang hati-hati dalam memerintah kekaisaran. Ia dikenal sebagai kaisar yang tidak mau bertindak gegabah. Ia memiliki kepekaan hati untuk melindungi segenap rakyatnya tanpa membedakan agama dan kepercayaan. Namun, sayangnya, ia tetap mementingkan kepentingan negara di atas segala-galanya. Mengenai sikapnya terhatap orang Kristen, ia mengeluarkan tiga perintah yang dikenal dengan nama “Reskrip Trajanus”. Adapun isi dari Reskrip Trajanus itu adalah:
Orang Kristen janganlah dicari.
Kalau ada yang ditangkap, ia harus dihukum. Namun, kalau ia mau menyangkal kekristenannya, maka ia harus dibebaskan.
Dakwaan anonim janganlah diperhatikan.
d. Marcus Aurelius (161-180 M)
Orang ini sebenarnya cakap dan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Namun, rasa kemanusiaan yang tinggi itu diletakkan di bawah kepentingan jabatan. Ia menjadi orang yang sangat kejam dalam membunuh orang-orang Kristen. Pada zamannya, martir yang sangat terkenal adalah St. Polycarpus.
e. Kaisar Decius (249-251 M)
Pada tahun 250 M, ia mewajibkan semua penduduk kekaisaran Roma untuk mempersembahkan kurban kepada dewa. Mereka yang tidak mentaati perintah ini, akan dihukum mati. Alasan dikeluarkannya kewajiban ini adalah bahwa kaisar ingin melihat loyalitas semua penduduk Romawi kepada kaisar. Pada zaman ini, banyak orang Kristen yang menjadi murtad. Ada dua cara pemurtadan orang Kristen agar ia dapat terhindar dari hukuman mati, yaitu sacrificati dan Libellatici. Sacrificati adalah kewajiban ikut mempersembahkan kurban kepada dewa di hadapan publik umum. Libellatici adalah membeli surat keterangan yang menyatakan bahwa dirinya bukan orang Kristen.
f. Kaisar Diocletianus (284-305 M)
Pada awalnya, kaisar ini tidak mempedulikan kehidupan beragama. Dia sendiri merasa kagum dengan orang Kristen yang tahan uji. Namun, desakan dari senat kafir dan sahabat-sahabatnya yang juga kafir, pikirannya berubah dan ia memutuskan untuk menganiaya orang Kristen. Diocletianus mulai mengadakan penganiayaan pada tahun 303 M atas desakan kuat dari Galerius. Wujud penganiayaan itu adalah membongkar tempat ibadah, membakar kitab suci, dan mengejar para imam serta awam yang untuk kemudian dianiaya dan dibunuh. Ia melakukan penganiayaan besar-besaran kepada orang Kristen untuk memperoleh simpati dari penduduk Romawi. Baginya, penganiayaan kepada orang Kristen merupakan tradisi yang harus diteruskan sebab nenek moyangnya juga selalu menganiaya orang Kristen.
Kesimpulan penolakan pemerintahan Romawi terhadap orang Kristen:
Kalau pada awal mulanya penganiayaan Kristen didasari oleh sikap orang Kristen yang tidak mau menyembah kaisar dan dewa Romawi, tidak mau berpesta bersama, dan ibadatnya tersembunyi, maka dalam perkembangan selanjutnya, agama Kristen juga dituduh sebagai pembawa bencana banjir, kelaparan, dan adanya ketidakharmonisan di dalam pemerintahan Romawi.
II.5. Metamorfosis Kekristenan di Kekaisaran Romawi
a. Konstantinus Agung, Kaisar yang bertobat
Pada tahun 305 M, Diocletianus turun dari tahta. Wilayahnya dikuasai oleh Galerius. Ketika Galerius memerintah, ia mengeluarkan sebuah perintah yang berbunyi bahwa orang Kristen berhak memperoleh kebebasan asalkan mereka mau mendoakan bagi keselamatan Kaisar dan Negara. Namun, di lain pihak, Galerius juga masih mengadakan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen, terutama orang-orang Kristen yang berada di wilayah timur kekaisaran.
Kemudian, dalam perkembangannya, secara politis, wilayah kekaisaran Romawi terpecah menjadi dua, yaitu wilayah barat dan wilayah timur. Wilayah barat dikuasai oleh Constantinus Chlorus, sedangkan wilayah timur dikuasai oleh Maxentius (mungkin dia ini pengganti Galerius). Saat Constantinus Chlorus wafat, tahtanya diambil alih oleh anaknya, yaitu Constantinus Agung. Pada zaman Constantinus Agung inilah, kekaisaran Roma dapat kembali bersatu lagi karena ia berhasil menumbangkan kekuasaan kekaisaran di wilayah Timur.
Ketika Constantinus Agung menjadi penguasa tunggal di kekaisaran Romawi, ia mulai menghentikan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen. Ada tiga hal yang mempengaruhi dirinya memutuskan untuk menghentikan penganiayaan ini, yaitu:
1. Ibunya sendiri, St. Helena, adalah seorang pengikut Kristus yang saleh.
2. Setiap dalam pertempuran melawan musuh-musuhnya, ia selalu mengalami kemenangan. Kemenangan ini dipahaminya karena berkat dari tanda salib yang selalu ia pakai dalam setiap pertempuran.
3. Ia melihat bahwa kehidupan rohani bangsa Roma semakin mundur. Dari situ, ia menyimpulkan bahwa agama kafir yang selama ini dipakai sebagai dasar kerohanian negara sudah tidak cocok lagi. Ia memutuskan untuk mengganti nilai-nilai kekafiran itu dengan nilai-nilai yang ditawarkan oleh Gereja. Ia melihat orang Kristen tetap tabah menghadapi berbagai macam penganiayaan. Orang Kristen memiliki vitalitas hidup dan rasa solidaritas yang tinggi.
b. Segi Positif dan Negatif Pertobatan Kaisar
Selama masa pemerintahan Constantinus Agung, banyak hal yang menguntungkan Gereja tetapi juga sekaligus merugikan Gereja. Beberapa hal yang menguntungkan Gereja:
1. Pada tahun 313 M, Constantinus Agung mengeluarkan suatu keputusan yang sangat terkenal, yaitu Edik Milano. Edik Milano ini berisikan tentang keputusan Kaisar untuk memberikan kebebasan beribadat kepada semua agama yang ada di wilayah kekaisaran Romawi. Itu berarti bahwa Kristen yang juga menjadi salah satu agama di kekaisaran Romawi, memperoleh imbasnya. Kristen menjadi agama resmi dan dengan begitu, orang-orang Kristen memiliki kebebasan lagi untuk beribadat.
2. Gereja mendapatkan perlindungan dari Kaisar untuk bebas dari berbagai macam bentuk penganiayaan dan diskriminasi. Gereja berubah dari minoritas terhina menjadi badan hukum yang terhormat.
3. Pembangunan Gereja terjadi secara megah dan besar-besaran.
4. Struktur peribadatan mendapatkan bentuk yang lebih mereiah karena ada unsur-unsur upacara kekaisaran yang dimasukkan dalam liturgi Gereja.
5. Jumlah penganut Kristen semakin berkembang pesat.
6. Para pejabat Gereja mendapatkan jaminan sosial dari Kaisar.
Namun, di lain sisi, pertobatan Kaisar juga membawa dampak negatif bagi kekristenan. Dampak negatif itu adalah:
1. Kaisar meneruskan kebiasaan tradisional sebagai pontifex maximus.
2. Muncul Caesaropapisme: Kaisar berperan sebagai Pemimpin pemerintah dan Pemimpin Gereja.
3. Gereja menjadi kendaraan politik Kaisar.
4. Kaisar menganiaya kelompok kafir dengan mengatasnamakan sebagai pembela Gereja.
5. Kaisar mencampuri urusan intern Gereja, termasuk dalam hal ajaran iman Gereja.
Perkembangan Gereja ini mencapai suatu bentuk yang tertinggi ketika Kaisar Theodosius I menetapkan agama Kristen sebagai satu-satunya agama yang diperbolehkan di kekaisaran Roma (380 M). Hal ini disebabkan karena rasa tanggung jawab Kaisar terhadap agama Kristen yang sudah dijadikan kambing hitam oleh para pendahulunya. Akibatnya, agama kafir menjadi semakin tersingkir di wilayah kekaisaran Romawi.
c. Interpretasi Pertobatan Kaisar
Proses pembalikan nasib kekristenan itu, pada hakikatnya telah mengizinkan Gereja untuk bergerak bebas baik secara intern (melakukan tata peribadatan dan pendidikan iman dengan bebas) maupun secara ekstern (Gereja semakin memiliki pengaruh dalam masyarakat). Tetapi, pada waktu yang sama, kekristenan kehilangan kejernihan dan ketegangan asalinya. Kristianisme cenderung menjadi suatu agama dari lingkungan dan hirarki Gereja malah terkait dengan penguasa politik.
II.6. Bidaah-Bidaah besar dalam kekristenan awal
1. Donatisme
Ajaran ini berasal dari Donatus dari Afrika Utara. Menurut ajaran ini, sakramen yang diterimakan oleh orang-orang yang berdosa tidaklah sah. Sah tidaknya sakramen tergantung pada tingkah laku yang menerimakan sakramen.
Seharusnya: Menurut Gereja, sah dan tidaknya sebuah sakramen tidak tergantung pada tingkah laku orang yang menerimakan karena yang memberi sakramen adalah Yesus Kristus itu sendiri.
2. Pelagianisme
Ajaran ini berasal dari seorang yang bernama Pelagius, seorang imam dari Irlandia. Ia mengajarkan bahwa manusia dapat mencapai keselamatan tanpa adanya rahmat Allah. Ia juga mengajarkan ajaran Iustificatio (pembenaran) yang artinya bahwa dosa manusia itu tidak hilang tapai manusia dibenarkan. Ajaran Pelagius ini ditentang oleh Agustinus.
Seharusnya: Manusia tetap akan selalu memerlukan rahmat Allah dalam menjalankan usahanya sebab tanpa rahmat Allah, manusia bukanlah apa-apa. Mengenai ajaran Iustificatio, Agustinus menegaskan bahwa manusia tidak hanya dibenarkan, tapi memang dosanya sungguh-sungguh telah dihapuskan oleh Allah.
3. Marcionisme
Ajaran ini berasal dari Marcion, seorang wiraswasta kaya raya yang berasal dari Sinope Pontus. Ia menafsirkan Kitab Suci menurut kehendaknya sendiri, tanpa memperhitungkan pendapat para ahli. Pendapatnya adalah sebagai berikut:
Injil adalah Injil Cinta Kasih. Perjanjian Lama harus ditolak karena Allah Perjanjian Lama itu Kejam dan Bodoh.
Seharusnya: PL dan PB adalah satu kesatuan dan sama-sama mewartakan Allah yang sama, yaitu Allah yang mengasihi umat-Nya.
Yesus Kristus datang untuk mengalahkan Allah dalam Perjanjian Lama.
Seharusnya: Yesus Kristus datang untuk menggenapi apa yang dikatakan oleh Allah tentang keselamatan abadi manusia.
Menurutnya, PL adalah Kitab Hukum, dan PB adalah Kitab Cinta Kasih.
Seharusnya: PL dan PB sama-sama berbicara tentang cinta kasih.
Kitab yang benar hanyalah 10 surat Paulus dan Injil Lukas.
Seharusnya: Semua Kitab yang ada dalam Kitab Suci (72 Kitab) adalah benar adanya karena memang ditulis dalam ilham Roh Kudus.
4. Montanisme
Montanus adalah seorang imam kafir yang bertobat menjadi Kristen. Ia merasa mendapat ilham dari Roh Kudus bahwa hari kiamat sudah dekat, maka ia diutus untuk mempersiapkan umat dengan berpuasa, dan mencegah hubungan seks. Menurutnya, Gereja perlu mengadakan pembaharuan karena Gereja mengalami kemunduran. Ajaran Montanisme ini bersifat kenabian (profetis) dan menerapkan ajaran moral yang kuat.
5. Arianisme
Ajaran ini dicetuskan oleh Arius, seorang diakon dari Alexandria, Mesir. Ajaran Arianisme adalah Sub-ordinatisme. Ajaran ini menyatakan bahwa Yesus Kristus itu tidak kekal tetapi merupakan ciptaan sehingga kedudukan-Nya lebih rendah dari Allah. Ajaran ini ditentang oleh Athanasius. Menurutnya, Yesus Kristus adalah Sang Sabda yang bukan dijadikan, tetapi dilahirkan dan Sang Sabda itu sehakikat dengan Bapa.
II.7. Konsili-Konsili Ekumenis dalam Gereja Katolik
Konsili Ekumenis adalah Konsili yang melibatkan semua aliran kekristenan yang ada di muka bumi ini. Dengan kata lain, konsili ekumenis tidak hanya melibatkan pihak Gereja Katolik saja, tapi juga aliran Kristen non Katolik. Ada 4 konsili Ekumenis yang pertama:
a. Konsili Nicea I
Konsili ini diadakan di kota Nicea pada tahun 325 M. Diprakarsai oleh Konstantinus Agung. Konsili ini diadakan untuk menanggapi ajaran sesat yang muncul, yaitu Marcionisme dan Arianisme. Konsili ini menyetujui apa yang menjadi pendapat Athanasius tentang hakikat Yesus Kristus.
b. Konsili Konstantinopel
Konsili ini diadakan pada tahun 381 M. Diprakarsai oleh Kaisar Theodosius. Masalah pokoknya: adanya pertentangan pendapat tentang Roh Kudus, yaitu mengenai apakah Roh Kudus itu sehakekat dengan Allah atau tidak. Konsili ini melawan pendapat Arianisme dan Semin Arianisme yang menyebutkan bahwa Roh Kudus adalah ciptaan Putra. Konsili ini berpendapat bahwa Roh Kudus itu juga sehakekat dengan Allah. Tokoh-tokoh dalam konsili ini: Basilius, Gregorius dari Nazianze, dan Gregorius dari Nisa. Ketiga tokoh ini sering disebut Bapa Kapadosia.
c. Konsili Efesus
Konsili ini diadakan di Efesus tahun 431 M. Konsili ini diadakan untuk membahas dan melawan ajaran Nestorius. Nestorius mengatakan bahwa kodrat Yesus adalah manusia. Ia menolak Maria sebagai utusan Tuhan. Konsili ini mengajarkan bahwa Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh Manusia. Maria adalah sungguh-sungguh utusan Allah. Tokoh dalam konsili ini adalah Cyrillus.
d. Konsili Kalsedon
Konsili ini diadakan di Kalsedon pada tahun 451 M. Konsili ini diadakan untuk melawan ajaran Monofysitisme. Konsili ini juga menegaskan hal yang sama dengan Konsili Efesus bahwa Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh Manusia.
II.1. Apakah Yesus pendiri Gereja?
Pertanyaan ini patut kita ajukan untuk menemukan inti terdalam dari keberadaan Gereja di dunia ini. Sejak awal, kita tahu bahwa Yesus datang sebagai orang yang “anonim”. Maksudnya adalah bahwa Ia tidak hadir untuk mewakili suku bangsa tertentu, namun Ia hadir atas nama seluruh bangsa di dunia ini. Ia datang untuk menyediakan diri-Nya bagi semua orang. Ia tidak melayani orang-orang dari golongan tertentu saja, tapi melayani semua orang tanpa memandang asal muasal mereka.
Kembali ke pertanyaan di atas, apakah Yesus mendirikan Gereja? Jawabannya adalah Ya dan Tidak. Bagaimana itu mau dijelaskan?
Yesus memang pendiri Gereja bila makna kata “pendiri” di sini diartikan sebagai seseorang yang memulai gerakan “Kristen” dengan memanggil murid-murid dan mengutus mereka untuk mewartakan Kerajaan Allah serta menyembuhkan mereka.
Namun, Yesus bukanlah pendiri Gereja bila kata “pendiri” itu diartikan sebagai seseorang yang secara resmi memulai sebuah persekutuan religius baru yang terpisah dari kelompok lain dengan ajaran-ajaran, upacara, sakramen, kode etik, dan struktur organisasi tersendiri.
Kita hendaknya jangan terkejut bila tidak menemukan bukti tindakan khusus pendirian Gereja. Seandainya Yesus berbuat demikian, tindakan-Nya akan ditafsirkan sebagai membangun sinagoga tersendiri. Kutipan Kitab Suci yang kerap kali dipergunakan mengenai pendirian Gereja, terdapat dalam Matius 16:18 (“.....kamu adalah Petrus dan di atas batu karang ini, Aku akan mendirikan jemaat-Ku).
Selama hidup-Nya di dunia, Yesus tampil sebagai seorang pewarta yang berbicara dengan kewibawaan luar biasa karena Ia yakin akan keeratan relasi-Nya dengan Allah. Dengan mengumpulkan murid-murid-Nya, Yesus setidaknya telah meletakkan dasar bagi Gereja. Namun, itu juga tidak berarti bahwa sejak semula Yesus berniat mendirikan gerakan religius yang terpisah dari masyarakat.
II.2. Gereja Perdana
Pasca wafat dan kebangkitan Yesus, para murid-Nya menyebut diri mereka sebagai “Saudara” (Kis 9:2), “orang yang telah menjadi percaya” (Kis 2:44) atau “orang yang mengikuti jalan Tuhan” (Kis 9:2). Nama “Kristen” sesungguhnya diberikan oleh orang-orang luar. Lalu, akhirnya memang nama “Kristen” menjadi nama resmi bagi para pengikut Kristus. Para pengikut Kristus sendiri disebut sebagai Kristen untuk pertama kalinya di Anthiokia, Suriah. Tepatnya, tahun 40 M.
Pada masa-masa Gereja perdana ini, kehidupan kelompok Kristen ini diwarnai dengan banyak ketegangan. Baiklah kita mengetahui ketegangan-ketegangan itu.
a. ketegangan internal
Ketegangan Internal ini pada awalnya dipicu oleh perdebatan tentang siapa yang pantas disebut “Kristen”. Ketegangan internal ini muncul karena dalam kelompok Kristen pada saat itu, terdapat empat “kubu” yang memiliki perbedaan pandangan. Keempat kubu itu adalah:
1. Kelompok Bersunat
Kelompok ini adalah kelompok orang Kristen Yahudi dan Kristen tobatan dari kekafiran yang menuntut pelaksanaan hukum Musa sepenuh-penuhnya. Bagi kelompok ini, orang yang mau masuk Kristen harus disunat terlebih dahulu.
2. Kelompok Saudara Tuhan
Kelompok ini adalah kelompok orang Kristen Yahudi dan Kristen tobatan dari kekafiran yang tidak menuntut sunat, tetapi meminta agar para tobatan dari kekafiran melaksanakan beberapa hukum kesucian Yahudi. Yang masuk ke dalam kelompok ini adalah Petrus dan Yakobus.
3. Kelompok Paulus
Kelompok ini terdiri dari kelompok orang Kristen Yahudi dan tobatan dari kekafiran yang juga tidak menuntut sunat, dan mereka tidak meminta tobatan dari kekafiran menaati hukum halal-haram. Rasul Paulus masuk ke dalam kelompok ini.
4. Kelompok Anonim
Kelompok ini terdiri dari kelompok orang Kristen Yahudi dan tobatan dari kekafiran yang tidak menuntut sunat, tidak menuntut pelaksanaan hukum haram-halal, dan tidak melihat makna abadi dari ibadat Yahudi di kenisah. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah kaum hellenis, Stefanus, Filipus dan para diakon.
Ketegangan internal ini meledak dalam sebuah pertemuan yang dikenal sebagai konsili Yerusalem (49-50 M). Ada tiga hal yang memperlihatkan adanya ketegangan ini:
Konsili ini dipimpin oleh Yakobus. Seharusnya oleh Petrus.
Kelompok konservatif yang dikenal dengan kelompok bersunat, secara terus terang menentang Petrus yang oleh tradisi dianggap sebagai Paus Pertama.
Solusi yang dihasilkan lebih bersifat praktis dan kompromi serta tidak didasarkan pada ajaran yang pasti.
b. Ketegangan eksternal
Ketegangan internal dalam kelompok orang Kristen itu, membuat Kaisar Roma saat itu, yaitu Kaisar Klaudius, menitahkan untuk mengusir orang-orang Yahudi dari kota Roma. Orang-orang Kristen saat itu juga dikenal oleh banyak orang Roma sebagai kelompok yang menjalankan praktek tahayul. Akibatnya, mereka menjadi orang yang dibenci. Puncaknya adalah penangkapan orang-orang Kristen pada zaman Kaisar Nero. Menurut catatan sejarah, orang Kristen dituduh telah membakar kota Roma pada tanggal 16 Juli 64, dan menebar benih kebencian pada sesama manusia. Sejak itulah, dimulai rangkaian penganiayaan terhadap orang-orang Kristen. Mari kita lihat lebih detail lagi.
b.1. Roma Lautan Api
Kaisar Nero mulai menerapkan sikap bermusuhan terhadap orang Kristen karena Kristen dianggap sebagai tahayul. Nero menuduh orang Kristen sebagai pelaku pembakaran kota Roma. Orang Kristen dipandangnya sebagai kaum misanthropia (kelompok yang membenci manusia). Kristen dipandang sebagai kelompok yang eksklusif dan dianggap bertentangan dengan orang-orang Romawi.
b.2. Motif Permusuhan terhadap Orang Kristen
Ada beberapa motif yang membuat orang Kristen dimusuhi saat itu:
Motif Politis:
- Orang Kristen dicurigai sebagai kelompok yang anti-Roma dan hendak memberontak terhadap otoritas negara.
- Orang Kristen menolak kultus penyembahan terhadap dewa-dewi nasional Romawi.
- Agama Kristen dipandang sebagai agama baru yang aneh. Orang Kristen dikatakan sebagai kaum yang tidak sah (Non Licet esse vos). Oleh karenanya, Kristen dipandang sebagai relligio illicita (agama yang tidak sah dan perlu dilarang demi hukum).
- Orang Kristen jarang memperlihatkan dirinya sebagai warga negara Roma yang tulen. Mereka tidak mau mempersembahkan kurban sajian kepada Kaisar.
- Orang Kristen tidak mau mengakui Kaisar Roma sebagai pimpinan tertinggi agama. Bagi orang Kristen, penolakan terhadap kultus kekaisaran merupakan konsekuensi dari iman mereka. Dengan kata lain, mereka sudah mulai membedakan antara agama dan negara.
Motif non politis:
- Orang Kristen dituduh sebagai orang yang kejam oleh orang Non-Kristen saat itu. Seorang tokoh Roma yang bernama Minucius Felice, pernah menyuarakan bahwa orang Kristen membunuh orok yang baru lahir (Sacramentum infanticidii et pabulum inde). Legenda ini muncul karena adanya kesalahpahaman perihal ekaristi.
- Orang Kristen dituduh berperilaku tidak senonoh dalam liturgi dan disingkiri karena tidak mau membuang kesepian di panti-panti hiburan.
- Orang Kristen telah dituduh menghina Allah Tanah Air dan ateis.
II. 3. Katakombe
Katakombe adalah kuburan orang Kristen yang terletak di bawah tanah. Katakombe tak pernah berperan sebagai tempat tinggal dan tak menjadi tempat kultus peribadatan. Keberadaan kuburan di bawah tanah ini memang sudah diketahui oleh para prajurit Roma.
Ada sejumlah ketentuan umum yang mengatur hal-ihkwal pemakaman.
Pertama, “ius sepulcri”, yaitu bahwa semua orang, baik itu orang merdeka maupun para hamba, memiliki hak untuk dimakamkan.
Kedua, “sepultura extramurana”. Artinya adalah bahwa kuburan harus terletak di luar tembok kota. Dengan kata lain, orang tidak dapat dimakamkan atau dikremasi di dalam kota. Karena itu, kuburan orang kristen ini dibuat di luar kota. Maka, katakombe-katakombe ini dapat ditemukan sepanjang jalan menuju kota Roma.
II.4 Kaisar-Kaisar Pemenggal Kekristenan
a. Kaisar Nero (54-68 M)
Kaisar ini adalah kaisar yang pertama kali melakukan pembunuhan secara besar-besaran bagi umat Kristiani. Pada tahun 64 M, terjadi kebakaran besar di kota Roma yang menghancurkan 10 dari 14 perkampungan penduduk. Tanpa bukti yang kuat, Nero menuduh orang Kristen-lah yang membakar perkampungan itu. Tujuan Nero menuduh orang Kristen ialah agar penduduk Roma semakin membenci orang Kristen dan ia mendapat legitimasi dari senat dan penduduk Roma untuk menganiaya dan menghukum orang-orang Kristen. Akhirnya, Nero melakukan pembunuhan secara besar-besaran kepada orang Kristen dan itu disaksikan oleh penduduk Roma. Berdasarkan tradisi, dua rasul Agung Kristen, yaitu Petrus dan Paulus, menjadi martir pada zaman kaisar Nero ini.
b. Kaisar Domitianus (81-96 M)
Kaisar ini adalah seorang yang gila hormat sekaligus kejam. Ia ingin disembah sebagai Dominus et Deus. Bagi orang-orang non Kristen, perintah itu tidaklah menjadi masalah. Namun, bagi orang Kristen, perintah ini sama saja mengingkari iman kristiani.
c. Kaisar Trajanus (98-117 M)
Kaisar ini adalah seorang yang hati-hati dalam memerintah kekaisaran. Ia dikenal sebagai kaisar yang tidak mau bertindak gegabah. Ia memiliki kepekaan hati untuk melindungi segenap rakyatnya tanpa membedakan agama dan kepercayaan. Namun, sayangnya, ia tetap mementingkan kepentingan negara di atas segala-galanya. Mengenai sikapnya terhatap orang Kristen, ia mengeluarkan tiga perintah yang dikenal dengan nama “Reskrip Trajanus”. Adapun isi dari Reskrip Trajanus itu adalah:
Orang Kristen janganlah dicari.
Kalau ada yang ditangkap, ia harus dihukum. Namun, kalau ia mau menyangkal kekristenannya, maka ia harus dibebaskan.
Dakwaan anonim janganlah diperhatikan.
d. Marcus Aurelius (161-180 M)
Orang ini sebenarnya cakap dan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Namun, rasa kemanusiaan yang tinggi itu diletakkan di bawah kepentingan jabatan. Ia menjadi orang yang sangat kejam dalam membunuh orang-orang Kristen. Pada zamannya, martir yang sangat terkenal adalah St. Polycarpus.
e. Kaisar Decius (249-251 M)
Pada tahun 250 M, ia mewajibkan semua penduduk kekaisaran Roma untuk mempersembahkan kurban kepada dewa. Mereka yang tidak mentaati perintah ini, akan dihukum mati. Alasan dikeluarkannya kewajiban ini adalah bahwa kaisar ingin melihat loyalitas semua penduduk Romawi kepada kaisar. Pada zaman ini, banyak orang Kristen yang menjadi murtad. Ada dua cara pemurtadan orang Kristen agar ia dapat terhindar dari hukuman mati, yaitu sacrificati dan Libellatici. Sacrificati adalah kewajiban ikut mempersembahkan kurban kepada dewa di hadapan publik umum. Libellatici adalah membeli surat keterangan yang menyatakan bahwa dirinya bukan orang Kristen.
f. Kaisar Diocletianus (284-305 M)
Pada awalnya, kaisar ini tidak mempedulikan kehidupan beragama. Dia sendiri merasa kagum dengan orang Kristen yang tahan uji. Namun, desakan dari senat kafir dan sahabat-sahabatnya yang juga kafir, pikirannya berubah dan ia memutuskan untuk menganiaya orang Kristen. Diocletianus mulai mengadakan penganiayaan pada tahun 303 M atas desakan kuat dari Galerius. Wujud penganiayaan itu adalah membongkar tempat ibadah, membakar kitab suci, dan mengejar para imam serta awam yang untuk kemudian dianiaya dan dibunuh. Ia melakukan penganiayaan besar-besaran kepada orang Kristen untuk memperoleh simpati dari penduduk Romawi. Baginya, penganiayaan kepada orang Kristen merupakan tradisi yang harus diteruskan sebab nenek moyangnya juga selalu menganiaya orang Kristen.
Kesimpulan penolakan pemerintahan Romawi terhadap orang Kristen:
Kalau pada awal mulanya penganiayaan Kristen didasari oleh sikap orang Kristen yang tidak mau menyembah kaisar dan dewa Romawi, tidak mau berpesta bersama, dan ibadatnya tersembunyi, maka dalam perkembangan selanjutnya, agama Kristen juga dituduh sebagai pembawa bencana banjir, kelaparan, dan adanya ketidakharmonisan di dalam pemerintahan Romawi.
II.5. Metamorfosis Kekristenan di Kekaisaran Romawi
a. Konstantinus Agung, Kaisar yang bertobat
Pada tahun 305 M, Diocletianus turun dari tahta. Wilayahnya dikuasai oleh Galerius. Ketika Galerius memerintah, ia mengeluarkan sebuah perintah yang berbunyi bahwa orang Kristen berhak memperoleh kebebasan asalkan mereka mau mendoakan bagi keselamatan Kaisar dan Negara. Namun, di lain pihak, Galerius juga masih mengadakan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen, terutama orang-orang Kristen yang berada di wilayah timur kekaisaran.
Kemudian, dalam perkembangannya, secara politis, wilayah kekaisaran Romawi terpecah menjadi dua, yaitu wilayah barat dan wilayah timur. Wilayah barat dikuasai oleh Constantinus Chlorus, sedangkan wilayah timur dikuasai oleh Maxentius (mungkin dia ini pengganti Galerius). Saat Constantinus Chlorus wafat, tahtanya diambil alih oleh anaknya, yaitu Constantinus Agung. Pada zaman Constantinus Agung inilah, kekaisaran Roma dapat kembali bersatu lagi karena ia berhasil menumbangkan kekuasaan kekaisaran di wilayah Timur.
Ketika Constantinus Agung menjadi penguasa tunggal di kekaisaran Romawi, ia mulai menghentikan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen. Ada tiga hal yang mempengaruhi dirinya memutuskan untuk menghentikan penganiayaan ini, yaitu:
1. Ibunya sendiri, St. Helena, adalah seorang pengikut Kristus yang saleh.
2. Setiap dalam pertempuran melawan musuh-musuhnya, ia selalu mengalami kemenangan. Kemenangan ini dipahaminya karena berkat dari tanda salib yang selalu ia pakai dalam setiap pertempuran.
3. Ia melihat bahwa kehidupan rohani bangsa Roma semakin mundur. Dari situ, ia menyimpulkan bahwa agama kafir yang selama ini dipakai sebagai dasar kerohanian negara sudah tidak cocok lagi. Ia memutuskan untuk mengganti nilai-nilai kekafiran itu dengan nilai-nilai yang ditawarkan oleh Gereja. Ia melihat orang Kristen tetap tabah menghadapi berbagai macam penganiayaan. Orang Kristen memiliki vitalitas hidup dan rasa solidaritas yang tinggi.
b. Segi Positif dan Negatif Pertobatan Kaisar
Selama masa pemerintahan Constantinus Agung, banyak hal yang menguntungkan Gereja tetapi juga sekaligus merugikan Gereja. Beberapa hal yang menguntungkan Gereja:
1. Pada tahun 313 M, Constantinus Agung mengeluarkan suatu keputusan yang sangat terkenal, yaitu Edik Milano. Edik Milano ini berisikan tentang keputusan Kaisar untuk memberikan kebebasan beribadat kepada semua agama yang ada di wilayah kekaisaran Romawi. Itu berarti bahwa Kristen yang juga menjadi salah satu agama di kekaisaran Romawi, memperoleh imbasnya. Kristen menjadi agama resmi dan dengan begitu, orang-orang Kristen memiliki kebebasan lagi untuk beribadat.
2. Gereja mendapatkan perlindungan dari Kaisar untuk bebas dari berbagai macam bentuk penganiayaan dan diskriminasi. Gereja berubah dari minoritas terhina menjadi badan hukum yang terhormat.
3. Pembangunan Gereja terjadi secara megah dan besar-besaran.
4. Struktur peribadatan mendapatkan bentuk yang lebih mereiah karena ada unsur-unsur upacara kekaisaran yang dimasukkan dalam liturgi Gereja.
5. Jumlah penganut Kristen semakin berkembang pesat.
6. Para pejabat Gereja mendapatkan jaminan sosial dari Kaisar.
Namun, di lain sisi, pertobatan Kaisar juga membawa dampak negatif bagi kekristenan. Dampak negatif itu adalah:
1. Kaisar meneruskan kebiasaan tradisional sebagai pontifex maximus.
2. Muncul Caesaropapisme: Kaisar berperan sebagai Pemimpin pemerintah dan Pemimpin Gereja.
3. Gereja menjadi kendaraan politik Kaisar.
4. Kaisar menganiaya kelompok kafir dengan mengatasnamakan sebagai pembela Gereja.
5. Kaisar mencampuri urusan intern Gereja, termasuk dalam hal ajaran iman Gereja.
Perkembangan Gereja ini mencapai suatu bentuk yang tertinggi ketika Kaisar Theodosius I menetapkan agama Kristen sebagai satu-satunya agama yang diperbolehkan di kekaisaran Roma (380 M). Hal ini disebabkan karena rasa tanggung jawab Kaisar terhadap agama Kristen yang sudah dijadikan kambing hitam oleh para pendahulunya. Akibatnya, agama kafir menjadi semakin tersingkir di wilayah kekaisaran Romawi.
c. Interpretasi Pertobatan Kaisar
Proses pembalikan nasib kekristenan itu, pada hakikatnya telah mengizinkan Gereja untuk bergerak bebas baik secara intern (melakukan tata peribadatan dan pendidikan iman dengan bebas) maupun secara ekstern (Gereja semakin memiliki pengaruh dalam masyarakat). Tetapi, pada waktu yang sama, kekristenan kehilangan kejernihan dan ketegangan asalinya. Kristianisme cenderung menjadi suatu agama dari lingkungan dan hirarki Gereja malah terkait dengan penguasa politik.
II.6. Bidaah-Bidaah besar dalam kekristenan awal
1. Donatisme
Ajaran ini berasal dari Donatus dari Afrika Utara. Menurut ajaran ini, sakramen yang diterimakan oleh orang-orang yang berdosa tidaklah sah. Sah tidaknya sakramen tergantung pada tingkah laku yang menerimakan sakramen.
Seharusnya: Menurut Gereja, sah dan tidaknya sebuah sakramen tidak tergantung pada tingkah laku orang yang menerimakan karena yang memberi sakramen adalah Yesus Kristus itu sendiri.
2. Pelagianisme
Ajaran ini berasal dari seorang yang bernama Pelagius, seorang imam dari Irlandia. Ia mengajarkan bahwa manusia dapat mencapai keselamatan tanpa adanya rahmat Allah. Ia juga mengajarkan ajaran Iustificatio (pembenaran) yang artinya bahwa dosa manusia itu tidak hilang tapai manusia dibenarkan. Ajaran Pelagius ini ditentang oleh Agustinus.
Seharusnya: Manusia tetap akan selalu memerlukan rahmat Allah dalam menjalankan usahanya sebab tanpa rahmat Allah, manusia bukanlah apa-apa. Mengenai ajaran Iustificatio, Agustinus menegaskan bahwa manusia tidak hanya dibenarkan, tapi memang dosanya sungguh-sungguh telah dihapuskan oleh Allah.
3. Marcionisme
Ajaran ini berasal dari Marcion, seorang wiraswasta kaya raya yang berasal dari Sinope Pontus. Ia menafsirkan Kitab Suci menurut kehendaknya sendiri, tanpa memperhitungkan pendapat para ahli. Pendapatnya adalah sebagai berikut:
Injil adalah Injil Cinta Kasih. Perjanjian Lama harus ditolak karena Allah Perjanjian Lama itu Kejam dan Bodoh.
Seharusnya: PL dan PB adalah satu kesatuan dan sama-sama mewartakan Allah yang sama, yaitu Allah yang mengasihi umat-Nya.
Yesus Kristus datang untuk mengalahkan Allah dalam Perjanjian Lama.
Seharusnya: Yesus Kristus datang untuk menggenapi apa yang dikatakan oleh Allah tentang keselamatan abadi manusia.
Menurutnya, PL adalah Kitab Hukum, dan PB adalah Kitab Cinta Kasih.
Seharusnya: PL dan PB sama-sama berbicara tentang cinta kasih.
Kitab yang benar hanyalah 10 surat Paulus dan Injil Lukas.
Seharusnya: Semua Kitab yang ada dalam Kitab Suci (72 Kitab) adalah benar adanya karena memang ditulis dalam ilham Roh Kudus.
4. Montanisme
Montanus adalah seorang imam kafir yang bertobat menjadi Kristen. Ia merasa mendapat ilham dari Roh Kudus bahwa hari kiamat sudah dekat, maka ia diutus untuk mempersiapkan umat dengan berpuasa, dan mencegah hubungan seks. Menurutnya, Gereja perlu mengadakan pembaharuan karena Gereja mengalami kemunduran. Ajaran Montanisme ini bersifat kenabian (profetis) dan menerapkan ajaran moral yang kuat.
5. Arianisme
Ajaran ini dicetuskan oleh Arius, seorang diakon dari Alexandria, Mesir. Ajaran Arianisme adalah Sub-ordinatisme. Ajaran ini menyatakan bahwa Yesus Kristus itu tidak kekal tetapi merupakan ciptaan sehingga kedudukan-Nya lebih rendah dari Allah. Ajaran ini ditentang oleh Athanasius. Menurutnya, Yesus Kristus adalah Sang Sabda yang bukan dijadikan, tetapi dilahirkan dan Sang Sabda itu sehakikat dengan Bapa.
II.7. Konsili-Konsili Ekumenis dalam Gereja Katolik
Konsili Ekumenis adalah Konsili yang melibatkan semua aliran kekristenan yang ada di muka bumi ini. Dengan kata lain, konsili ekumenis tidak hanya melibatkan pihak Gereja Katolik saja, tapi juga aliran Kristen non Katolik. Ada 4 konsili Ekumenis yang pertama:
a. Konsili Nicea I
Konsili ini diadakan di kota Nicea pada tahun 325 M. Diprakarsai oleh Konstantinus Agung. Konsili ini diadakan untuk menanggapi ajaran sesat yang muncul, yaitu Marcionisme dan Arianisme. Konsili ini menyetujui apa yang menjadi pendapat Athanasius tentang hakikat Yesus Kristus.
b. Konsili Konstantinopel
Konsili ini diadakan pada tahun 381 M. Diprakarsai oleh Kaisar Theodosius. Masalah pokoknya: adanya pertentangan pendapat tentang Roh Kudus, yaitu mengenai apakah Roh Kudus itu sehakekat dengan Allah atau tidak. Konsili ini melawan pendapat Arianisme dan Semin Arianisme yang menyebutkan bahwa Roh Kudus adalah ciptaan Putra. Konsili ini berpendapat bahwa Roh Kudus itu juga sehakekat dengan Allah. Tokoh-tokoh dalam konsili ini: Basilius, Gregorius dari Nazianze, dan Gregorius dari Nisa. Ketiga tokoh ini sering disebut Bapa Kapadosia.
c. Konsili Efesus
Konsili ini diadakan di Efesus tahun 431 M. Konsili ini diadakan untuk membahas dan melawan ajaran Nestorius. Nestorius mengatakan bahwa kodrat Yesus adalah manusia. Ia menolak Maria sebagai utusan Tuhan. Konsili ini mengajarkan bahwa Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh Manusia. Maria adalah sungguh-sungguh utusan Allah. Tokoh dalam konsili ini adalah Cyrillus.
d. Konsili Kalsedon
Konsili ini diadakan di Kalsedon pada tahun 451 M. Konsili ini diadakan untuk melawan ajaran Monofysitisme. Konsili ini juga menegaskan hal yang sama dengan Konsili Efesus bahwa Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh Manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar